Alumni “Singosari” Angkatan -16 yang juga menyebut dirinya sebagai “Singo-16” membuktikan sebagai bagian dari Korps Alumni P3B Semarang yang tetap solid dalam berinteraksi social.
Dalam berbagai kesempatan, sejumlah personil Singo-16 saling bersilaturahmi. Pertemuan dikemas dengan bermacam acara informal, seperti arisan , menghadiri yang “hajatan mantu” menyambangi kalau ada yang sakit atau yang meninggal dunia.
Simbol kesolidan Singo-16 puncaknya dibuktikan dengan menggelar sebuah event yang cukup fenomenal di kalangan Alumni, yakni Reuni Akbar napak tilas ke Kampus “Singosari” setelah Mereka “Lepas Landas” dari kampus itu sekitar 30 tahun yang lalu. Acara itu dilaksanakan pada hari Sabtu Tanggal 11 Oktober 2014 lalu di Kampus yang kini menjadi PIP Semarang.
Kehadiran Singo-16 ke PIP Semarang mendapat apresiasi tersendiri bagi M.Chairul Djohansyah, ST. M.Mar.E, selaku Direktur lembaga itu. Apresiasi disampaikan dalam sambutannya pada Apel Pagi Taruna PIP Semarang untuk menyambut “Taruna -16 “ sebagai Saudara Tua.
Langkah Singo-16 itu juga dinilai Direktur PIP Semarang bisa bermakna edukasi karena bisa memberikan motivasi kepada Yunior yang masih menjalani pendidikan di Kampus itu. “Juga akan menjadikan motivasi tersendiri bagi Taruna, karena kelak setelah keluar pagar, Mereka tidak merasa sendiri, banyak Senior tersebar di berbagai penjuru yang tentunya siap membantu,” kata Direktur PIP Semarang.
Menurut catatan Direktur PIP Semarang, kehadiran Singo-16 cukup membanggakan sebagai Alumni, karena bisa hadir 51 orang. Hal ini cukup beralasan, kerena disadarinya tidak mudah mengumpulkan Alumni sebanyak itu dan bisa sepakat memilih waktu untuk menyempatkan berkunjung ke Kampus.
Sebagai informasi, jumlah Taruran Angkatan 16 sebanyak 120 rang. Artinya, kehadiran Singo-16 itu hampir 50% dari jumlah Alumni Angkatan 16 .
Antusias
Selama hampir seharian, Singo-16 menghabiskan waktu untuk melaksanakan sejumlah agenda di Kampus PIP Semarang. Setelah Apel Pagi dengan Komandan Pasukan Kol. Sunarnohadi, Singo-16 dan Keluarganya disuguhi atraksi Marching Band yang memukau kebanggaan PIP Semarang.
Terang saja, aksi Marching Band itu kontan membuat sejumlah Singo-16 dan Keluarganya makin antusias menikmati acara itu. Bahkan, aksi spontan untuk berfoto dengan back ground wajah Marching Band tak dapat dihindari dari Singo-16 dan Keluarganya.
Terik matahari yang kian menyengat hari itu, tak menyurutkan semangat Singo-16 dan Keluarganya untuk terus melanjutkan agendanya. Usai menikmati aksi heroik Marching Band, Mereka bersama dengan Taruna dan Taruni selanjutnya melakukan senam bersama. Berbaur layaknya keluarga.
Usai rehat kopi sejenak, Singo-16 dan Keluarganya melakukan jalan santai mengelilingi Kampus dan berlanjut dengan menengok kembali asrama tempat Singo-16 dulu menjalani “Kawah Condrodimuko” yang sarat dengan kenangan pahit getir sebagai Taruna. Bahkan, tak sedikit yang menjajal lagi berbaring di kamar Mereka dulu dengan berbagai celetukan lucu yang menggambarkan keadaan dulu.
Makan pake ayam , fisik dulu…
Soal makan, Singo -16 juga ingin kembali mengenang bagaimana rasanya menikmati prosesinya. Yakni, berjemur-jemur dulu sebelum santap siang. Bahkan, konon Mereka kalau mau makan dengan lauk ayam harus melewati “ujian fisik”, seperti jalan bebek atau loncat kodok dari lapangan menuju ruang Menza (tempat makan).
Demikan halnya Singo-16 saat itu. menjelang santap siang, Mereka harus rela bersama dengan Taruna untuk apel siang di bawah panasnya terik matahari. Belum selesai di situ, sebelum memasuki Ruang Menza, Panitia membuat scenario semua Singo-16 tak terkecuali harus jalan jongkok melewati lorong dari kursi disusun, karena memang akan makan siang lauk ayam.
“Ampun Senior….ampun senior….” Teriak mereka sambil jalan jongkok yang dipandu oleh Panitia yang kebetulan diprakarsai oleh sejumlah Senior, seperti Dewa -11 mewakili DPP KAP3B dan Pieter-10 mewakili KAP3B Zona Khusus Semarang .
Tak cukup disitu mereka “dikerjai” oleh Seniornya. Ketika sedang nikmat-nikmatnya santap siang bersama Taruna, baru beberapa sendok nasi dengan sepotong ayam goreng, tiba-tiba Piter-10 meniup pluit tanda bahaya gempa yang artinya semua harus tiarap masuk kolong meja, tak terkecuali Singo-16 harus ikut peraturan itu. Kontan saja, pemandangan ini membuat suasana gerrr.. khususnya di kalangan Keluarga Singo-16.
Usai makan siang, Mereka istirahat sejenak dan selanjutnya beberapa Persolnil Singo-16 memberikan pembekalan dan berbagi motivasi dengan Taruna/Taruni yang baru.
Sepeda Onthel
Agar terasa membekas hadirnya Singo-16 dalam ingatan keluarga besar Kampus PIP Semarang, Singo -16 memberikan cindera mata yang tergolong unik, yakni sejumlah sepeda ontel ( model sepeda gunung). Menurut Ketua Panitia Renuni Singo -16, Kol. (Laut) M. Mursyid, spirit dan makna filosofis sepeda “gowes” tersebut adalah sebagai bentuk sikap Singo-16 mendukung upaya mengurangi gas emisi, karena sepeda itu bisa dipakai untuk sarana transportarsi jarak pendek yang nyaman, efisien dan tanpa polusi serta menyehatkan.
Ziarah Pak Bedjan
Di penghujung kunjungan Kampus itu, Singo-16 berkesempatan berziarah ke Makam Pak Bedjan untuk mendoakan figur yang sangat fenomenal di mata Taruna Singosari dulu. Sosok Bedjan sebagai instruktur yang sangat disegani namun sejatinya baik hati dalam menyiapkan mental Taruna. Ia mengajar murni menjalankan tugas apa adanya dalam mencetak mental baja Tarunanya.
Usai berdoa bersama, Ketua Panitia M. Mursyid menyampaikan beberapa pesan moral yakni agar Mereka selalu berdoa dan mengenang sosok Pak Bedjan sebagai salah satu inspirasi dan motivasi. “Kita bisa begini tak lepas dari peran Pak Bedjan, maka Kita doakan agar selalu damai di sisiNYa,” ungkap Mursyid menutup acara ziarah yang diiringi dengan tabur bunga sebagai symbol penghormatan kepada “Bapak Taruna” itu. Bravo Singo-16…
(…….bersambung)